Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dimanakah Tuhan?

Ketika manusia mengalami penderitaan yang seakan tidak ada ujungnya, kejahatan terjadi dimana-mana, keadilan diputarbalikkan dan doa-doa seakan tidak dijawab, maka tidak sedikit orang yang menjadi stres, lari ke obat-obat terlarang bahkan ada yang sampai bunuh diri.

Penderitaan, kesusahan

Tidak dapat dipungkiri bahwa pergumulan dan penderitaan memiliki daya guncang dalam diri manusia, tak terkecuali juga bagi orang Kristen.

Dalam keadaan seperti ini seringkali sebuah pertanyaan mengusik hati orang percaya; dimanakah Tuhan ditengah penderitaan atau masalah ?

Itu juga pergumulan yang dihadapi nabi Habakuk. 
  • Berapa lama lagi Tuhan berdiam diri (Hab 1:1) kok Tuhan seakan tidak menjawab doa dan tidak menolong.
  • Kalau Allah adil dan Kudus, mengapa Ia berdiam diri melihat kejahatan, kelaliman dan ketidakadilan? (Hab 1:12-13; 1:4).

Raja Daud juga pernah mengalami pergumulan yang sama, ia merasa sepertinya Allah telah meninggalkan dia, dan tidak menjawab doanya (Mzm 22:2-8).

Mungkin pertanyaan ini juga menjadi pertanyaan yang mengusik hati kita saat ini.

Ketika seseorang tidak mempunyai pijakan yang kuat atas pergumulan ini, maka sangat mudah untuk seseorang itu akhirnya meninggalkan Tuhan dan mencari jalannya sendiri.

Seperti yang terjadi pada Charles Templeton, seorang penginjil hebat dan dalam setahun dia berkhotbah kepada 1,5 juta orang.

Templeton adalah rekan pelayanan dari Billy Graham, banyak orang menyangka bahwa Templeton akan menjadi penginjil yang lebih berpengaruh dari Billy Graham.

Namun setelah dua puluh satu pelayanan akhirnya ia meninggalkan Tuhan, diusia tuanya ia menulis sebuah buku yang menyebutkan alasannya meninggalkan imannya kepada Tuhan.

Ia menjelaskan tentang seorang perempuan Afrika yang menghadapi musim kemarau berkepanjangan, sambil mendekap mayat bayinya, ia menatap kelangit penuh penderitaan tetapi tidak berdaya.

Dan Templeton terusik dengan pertanyaan, mungkinkah kita mempercayai bahwa disana ada Sang Pencipta yang maha pengasih dan penyayang yang melakukan hal demikian pada wanita itu sementara yang mereka butuhkan hanya hujan.

Hal ini berbeda dengan Habakuk, ketika ia dalam pergumulan yang demikian, ia meletakan dasar pijakannya dalam iman yang teguh (Hab 2:4). Orang yang benar akan hidup oleh percayanya.

Orang yang hidup oleh iman:
  • Berdiri tegak dalam penantian akan Tuhan (Hab 2:1)
  • Percaya pada janji Tuhan dan sabar menanti waktu Tuhan (Hab 2:2-3).

Keadaan krisis dan perasaan ditinggalkan Allah juga pernah diserukan oleh Yesus Kristus diatas kayu salib, ketika Ia berseru Eli, Eli lama sabakhtani, artinya Allah ku, Allah ku mengapa Engkau meninggalkan Aku?

Jadi diatas kayu salib Yesus sudah merasakan semua penderitaan manusia bahkan Ia menanggung semuanya itu bagi manusia.

Kalau demikian benarkah Allah benar-benar meninggalkan umatnya? Dimanakah Tuhan ketika kita dalam penderitaan? Ibr 4:15; Ul 31:8. 

TB Ul 31:8: "Sebab TUHAN, Dia sendiri akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau, Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau; janganlah takut dan janganlah patah hati.”

Sesungguhnya Tuhan bahkan tidak sekalipun meninggalkan kita, Ia ikut menanggung beban kita, hanya saja maukah kita hidup oleh iman menanti-nantikan Tuhan?