Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Motifasi Hati Dalam Menjalankan Ibadah

Setelah Yesus bicara mengenai kebenaran hukum taurat dimana Yesus bertolak dari ketaatan hukum secara lahiriah kepada suatu kebenaran batiniah yang merupakan penggenapan dari hukum taurat, sehingga orang percaya harus sempurna sama seperti Bapa disorga.

Selanjutnya Yesus mulai membongkar motifasi atau sikap hati yang salah dalam menjalankan hidup keberagamaan atau ibadah.

Motifasi, dilihat orang, mencari pujian

Disini Yesus menyoroti tiga hal yang mungkin sangat berpotensi untuk membelokkan seseorang dari motifasi yang sebenarnya, yaitu dalam hal sedekah, berdoa dan berpuasa. 

Tiga hal tersebut diatas merupakan tiga pengulangan prinsip yang Yesus hendak tegaskan.

Motivasi yang seharusnya ada disetiap murid Kristus yang berusaha menjalankan nilai-nilai kebenaran firman atau menunaikan ibadahnya yaitu;

1. Jangan menunaikan ibadah dengan maksud supaya dilihat oleh orang lain (Mat 6:1; 5; 16.
Melakukan ibadah dengan maksud supaya dilihat orang adalah sebuah kegagalan, segiat apapun orang itu, sebab orang yang demikian tidak akan mendapat upah dari Bapa disorga.

Ibadah disini tentu maknanya sangat luas, bukan saja saat pertemuan dihari Minggu atau hari-hari lainnya. Ibadah bisa berarti juga ketika seseorang memberi sedekah, berdoa, berpuasa dan lain sebagainya. 

Ibadah sejatinya bukan dimaksudkan untuk suatu pencitraan atau membuat orang lain berkesan.

2. Jangan menunaikan ibadah untuk tujuan popularitas atau kemuliaan diri. Mat 6:2.

Ketika seseorang menjadi puas dengan pujian dan mencari pujian untuk setiap kebaikan yang ia lakukan, maka ia kehilangan upah dari Bapa, sebab ia telah mendapatkannya dari manusia (frase "sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya." 

Hal ini sebenarnya termasuk sikap mementingkan diri sendiri, juga bersaing untuk menjadi yang lebih besar dari yang lainnya.

Jika seseorang melakukan ibadahnya bukan untuk supaya mendapatkan pujian, applous atau "penilaian baik" dari manusia, maka ketika ibadah atau kebaikannya tidak diperhitungkan oleh manusia tidak akan mempengaruhi sukacita dan kebahagiaannya, sebab ibadahnya bukan ditujukan untuk manusia tapi murni untuk Tuhan.

Jadi setiap bentuk ibadah yang dimaksudkan untuk mendapatkan pujian, applous atau mengharapkan penilaian (ekspektasi) baik dari manusia adalah suatu kerugian. 

3. Segala bentuk ibadah yang dijalankan oleh setiap murid Kristus mestinya bersifat pribadi dan tertutup (Mat 6:3-4; 6; 18).

Itu berarti seseorang tidak perlu memberitakan kemana-mana segala ibadah yang dijalankannya (bd ayat 2), mencanangkan artinya menggembor-gemborkan atau mengumumkan kemana-mana.

Ibadah mestinya sebuah keintiman seseorang dengan Allah yang terekspresi dalam sedekah, doa dan puasa.

Jadi pada intinya Yesus sedang menekankan disini bahwa segala bentuk ibadah yang kita jalani harusnya wujud luapan kasih kita kepada Allah.